Informasi Terbaru :

Riwayat Sabuk Hijau Waduk Delingan Karanganyar

Monday, February 17, 2014 | 0 comments

Dari kejauhan, barisan Bambu dan Karet, Sabuk Hijau-nya Delingan (Foto: Koleksi Pribadi)

Menurut Peraturan Departemen Kehutanan, pada kawasan sabuk hijau (diistilahkan Greenbelt) tidak diperbolehkan melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah. Greenbelt sebagai daerah penyangga waduk mendukung program kawasan lindung nasional yang termasuk kawasan perlindungan setempat. Yah, namun apa mau di kata, jika suatu lahan milik pemerintah menyangkut hajat hidup orang banyak, maka dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Termasuk alih fungsi lahan greenbelt menjadi daerah pertanian.

Kondisi tata guna lahan pada tingkat pedesaan lebih didominasi oleh pemanfaatan lahan berturut-turut sawah irigasi, rumput, semak, permukiman, kebun, dan tegalan. Adanya alih fungsi lahan tanaman tahunan menjadi tanaman semusim tidak dipungkiri karena cepatnya masa panen tanaman tersebut. Namun hal tersebut akan berdampak pada kualitas dan kuantitas air baku daerah setempat terutama di wilayah Desa Delingan, Karanganyar.

Pemanfaatan waduk Delingan selama ini terbatas pada sawah beririgasi teknis. Selebihnya digunakan sebagai daerah perikanan darat yang persentasenya sangat kecil. Tanda-tanda suatu waduk yang berkurang potensinya adalah terjadi kelebihan air dikala musim penghujan dan terjadi kekeringan berkepanjangan dikala musim kemarau. Hal tersebut terjadi karena tidak ada tanaman yang tersedia yang mampu menjerap air dengan baik. Hal tersebut tidak dipungkiri terjadi hampir pada semua waduk buatan. Namun beberapa waduk buatan mampu menjaga kualitas dan kuantitas air baku dan air irigasi seperti pada waduk Gajah Mungkur di Wonogiri dan waduk Kedungombo di Grobogan. Adanya greenbelt di kedua waduk tersebut mampu menopang kebutuhan air bagi masyarakatnya sepanjang tahun. Teknologi yang semakin maju dapat dilihat dari segi pemanfaatan aliran airnya sebagai sumber listrik yang sudah dilakukan sejak awal pembangunan waduk Kedungombo.

Oleh:
Arief Wid (Kader FORMAT)
Continue Reading

Greenbelt di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah

Thursday, February 13, 2014 | 0 comments

Waduk Kedung Ombo (disingkat WKO) merupakan salah satu waduk yang memegang peranan penting dalam penyediaan air di daerah kering terutama di Kab. Grobogan, Sragen dan Boyolali. Salah satu upaya perlindungan kawasan WKO sebagai sumber air adalah dengan pengembangan Sabuk Hijau (Greenbelt). Greenbelt adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar bendungan/waduk/danau pada daratan sepanjang tepian danau/bendungan/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan/waduk/danau (Departemen Kehutanan 2006). Pada kawasan ini tidak diperbolehkan melakukan penebangan pohon dan melakukan pengolahan tanah. Greenbelt sebagai daerah penyangga waduk mendukung program kawasan lindung nasional yang termasuk kawasan perlindungan setempat.Menurut sejarah, tahun 1985 pemerintah RI merencanakan membangun waduk baru di Jawa Tengah untuk pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 megawatt dan dapat menampung air untuk kebutuhan 70 hektar lahan disekitarnya. Pembangunan WKO ini dibiayai USD 156 juta dari Bank Dunia, USD 25,2 juta dari Bank Exim Jepang, dan APBN dimulai tahun 1985 sampai 1989. WKO dibangun pada pertemuan Sungai Uter dan Sungai Serang yang terletak di Dk. Kedungombo, Ds. Ngrambat, Kec. Geyer, Kab. Grobogan.WKO mulai diairi pada 14 Januari 1989. Menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di 3 kabupaten, yaitu Grobogan, Sragen, dan Boyolali. Menurut sejarah pula, sebanyak 5268 keluarga dilaporkan kehilangan tanahnya akibat pembangunan waduk ini. Terlepas dari segala kontroversi yang menyertainya selama pembangunan, pada akhirnya dapat dirasakan manfaatnya sekarang ini. Kawasan WKO mempunyai area seluas 6.576 Ha yang terdiri dari lahan perairan seluas 2.830 Ha dan lahan daratan seluas 3.746 Ha.Kondisi tata guna lahan pada tingkat pedesaan lebih didominasi oleh pemanfaatan lahan berturut-turut sawah irigasi, rumput, belukar/ semak, permukiman, kebun, tegalan, tanah berbatu dan gedung. Jenis tanaman yang diusahakan di kawasan Greenbelt umumnya adalah tanaman semusim dengan pengolahan tanah yang intensif dan pola tanam palawija. Tanaman yang mendominasi adalah jagung (Balitbangtan 2012).
Kawasan lahan pertanian di WKO didominasi oleh komoditas jagung. Menurut data dari Kelompok Tani Hutan Waduk Kedungombo, luas tanaman jagung hibrida di kawasan hutan dan lahan pasang surut kini mencapai 8.835 hektare dan luasan tersebut akan terus bertambah hingga puluhan ribu hektare dengan bekerjasama dengan Perum Perhutani Jateng. Adapun rata-rata produksi atau panen nasional 3,2 ton/hektare. Tanaman semusim lainnya didominasi pula oleh ubi kayu sebesar 148.294 kw dan padi sebesar 84.570 kw. Tanaman kehutanan didominasi oleh jenis Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk pengembangan Greenbelt di WKO yaitu agroforestry.
Tanggul WKO (Foto : Koleksi Pribadi)



Beberapa orang sedang memancing di kawasan Greenbelt WKO (Foto: Koleksi Pribadi)


Direview Oleh:
Arief Wid (Kader FORMAT)
Continue Reading
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forum Mahasiswa Agroteknologi UNS - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger
Selamat datang Di blog resmi Forum Mahasiswa Agroteknologi (FORMAT) Fakultas Pertanian - Universitas Sebelas Maret