Pada
tabulampot, air dan pupuk dapat diserap sampai 80 persen. Sedangkan
pada tanaman biasa air dan pupuk menyebar ke sekitarnya. Tinggal di
perkotaan tapi ingin memuaskan hobi sekaligus memiliki kebun
buah-buahan? Bisa. Ada tabulampot (tanaman buah-buahan dalam pot). Tak
perlu lahan yang lapang, cukup di tempat terbatas, dan dapat diatur
sesuai keinginan. Dalam kaleng bekas cat, drum, atau wadah-wadah lainya.
Mediumnya pun bermacam. Tanah adalah medium yang biasa. Atau, Anda
dapat memanfaatkan sekam.
”Sekarang model seperti ini lagi tren,”
kata Marsono, konsultan pertanian dan pemasaran dari PT Niaga Swadaya
pada pameran tanaman yang diselenggarakan Trubus di Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta, pekan silam.
Sebenarnya menanam tanaman buah
dalam pot sudah lama dilakukan orang. Setelah besar biasanya tanaman
dipindahkan ke lahan. Namun, tabulampot baru menjadi tren karena kini
dianggap indah, dan bila dibisniskan hasilnya memuaskan.
Tabulampot
bisa menjadi solusi bagi yang ingin berkebun di lahan sempit. Dengan
memanfaatkan lahan yang tidak luas, beberapa jenis tanaman bisa
ditempatkan dalam lokasi yang berdekatan. Selain itu, hampir semua jenis
tanaman buah-buahan bisa ditanam dalam tabulampot. Seperti sawo,
mangga, rambutan, jeruk, belimbing, kedondong, jambu air, nangka, salak,
dan lainnya. ”Hampir semua, bisa kecuali durian, bisa dijadikan
tabulampot. Sebab, akar durian tidak fleksibel seperti tanaman lain.
Mungkin nanti suatu saat kalau teknologinya sudah ada pasti bisa,” tutur
Marsono.
Dari semua jenis tabulampot,
yang paling mudah ditanam adalah mangga dan jambu air. Sedangkan tanaman
lainnya perlu ketekunan karena memiliki karakter yang berbeda. Selain
itu, pada tabulampot proses berbuahnya lebih cepat dibanding tanaman
biasa. Mangga tabulampot, misalnya, bisa berbuah dalam waktu sekitar
tiga tahun. Mangga biasa perlu waktu hingga lima tahun.
Itu
karena tabulampot ditanam di tempat yang terbatas sehingga pasokan air
maupun pupuk bisa diatur sesuai keinginan dan tidak tersebar ke
mana-mana. Berbeda dari tanaman biasa yang ditanam di atas lahan,
pasokan air dan pupuk bisa menyebar ke tempat sekitarnya sehingga
kebutuhan tanaman pada dua hal itu berkurang. ”Pada tabulampot
penyerapan air dan pupuk sampai 80 persen,” kata Marsono.
Bila
sudah tumbuh besar, tabulampot bisa dipindah ke tempat lain yang lebih
besar. Rasa buahnya juga tidak berbeda dari tanaman biasa. Merawatnya
juga tidak jauh berbeda dari tanaman biasa yang memerlukan air, pupuk,
penggemburan, penyemprotan hama, dan sanitasi lingkungan.
Terbatas
Memiliki
tabulampot bukan tanpa kelemahan. Karena peredaran akarnya dibatasi,
otomatis kemampuan berbuahnya juga terbatas. Sebatang mangga tabulampot
maksimal bisa menghasilkan buah antara lima sampai delapan untuk sekali
musim panen. Berbeda dari pohon biasa yang jumlahnya bisa banyak. Kalau
dipaksakan tanaman bisa tidak berbuah di musim berikutnya, atau mati.
”Karena itu, sebaiknya tabulampotnya banyak sehingga jumlahnya sama
dengan sebuah pohon biasa.”
Usia sebuah tabulampot mangga
maksimal sekitar 10 tahun. Pohon mangga biasa bisa puluhan tahun. Bagi
yang hobi, kendala itu tidak menjadi masalah. Banyak orang yang bisa
meraih sukses dengan hobi ini. Bahkan bisa mengembangkannya hingga
berbuah dalam jumlah besar. ”Mengurusnya sama dengan mengurus anak,”
kata Wahidin Yunus, pengembang tabulampot yang sukses.
Ia
tertarik menjalankan hobi ini karena memang menyukai tanaman, dan
lagipula tabulampot bisa dilakukan di lahan terbatas. Bermodal
pekerjaannya di Sudin Pertanian Pemprov DKI dan lahan 1.000 meter
persegi di kawasan Cimanggis, Bogor, ia memulai hobinya sejak empat
tahun silam.
Hobi coba-coba itu tanpa disangka bisa berkembang
pesat sampai kini. Wahidin mengatakan memiliki sekitar 100 pohon mangga,
semangka, dan beberapa pohon lain seperti kedondong, rambutan, nangka
dan sebagainya. Resep keberhasilan bisnisnya ini berkat informasi yang
rajin ia serap dari berbagai pertemuan maupun pameran tentang tabulampot
dan usahanya yang tanpa henti.
Selain itu, Wahidin menerapkan
kiat yang sedikit berbeda dari pengembang tabulampot lainnya. Ia
menggunakan sekam padi, pupuk, dan tanah merah. Ia menanam tabulampot
dengan komposisi 4:1:2 (empat ember sekam padi, satu ember pupuk
kandang, dan dua ember tanah merah). ”Cara seperti ini memudahkan kita
memindahkan tanaman ke tempat lain,” ujarnya.
Bila tanaman terus
berkembang, drum yang digunakan sebagai tempat menyimpan tabulampot
jebol karena berkarat. Agar akar tidak tembus ke tanah, Wahidin
mengganjal alas drum dengan batu bata secukupnya guna mencegah akar
pohon masuk ke dalam tanah.
Tabulampot Mangga Paling Diminati
Dari
tabulampot buah-buahan, tanaman mangga yang paling diburu pecinta
tabulampot. Marsono, konsultan pertanian dan pemasaran PT Niaga Swadaya,
mengungkapkan, tabulampot mangga yang belum berbuah biasanya dijual
sekitar Rp 200 ribu per pohon. Namun, yang sudah berbuah bisa mencapai
Rp 400 ribu lebih per pohon. ”Soalnya sudah terbukti berbuah dan
terlihat cukup menarik,” katanya beralasan.
Ucapan Marsono itu
dibuktikan oleh Wahidin Yunus, salah seorang pengembang tabulampot yang
sukses. Tanaman mangganya yang ia buat tabulampot dengan modal sekitar
Rp 100 ribu ia bisa menjual kembali seharga Rp 1,5 juta.
Mangga
tabulampot miliknya bisa menghasilkan buah hingga 40 buah sekali musim
panen. Ia mengakui, tanaman mangga paling mudah dijadikan tabulampot
karena itu tanaman ini menjadi favorit para penggemar tabulampot, baik
pemula maupun yang sudah lama.
Harga bibitnya relatif tidak
terlalu mahal, yakni sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu dengan tinggi
sekitar satu meter tiap pohon. ”Biasanya sekitar enam bulan sudah bisa
panen,” ungkap Marsono.
Tentang bibitnya, Wahidin Yunus, salah
seorang pengembang tabulampot yang sukses, mengaku memburunya hingga
sampai ke Majalengka, Jawa Barat. Kawasan itu memiliki bibit tanaman,
terutama untuk tabulampot, yang baik.
Sumber : http://tabulampot.wordpress.com/2006/12/22/tabulampot-solusi-berkebun-di-lahan-sempit/
Continue Reading