Informasi Terbaru :
Home » » Pelaksanaan Land Reform Demi Menjunjung Kedaulatan Pertanian

Pelaksanaan Land Reform Demi Menjunjung Kedaulatan Pertanian

Monday, September 29, 2014 | 0 comments


Trend yang selalu didengungkan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya yaitu swasembada beras, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan merupakan cita-cita terbesar kita sebagai negara agraris. Sebagai negara agraris, sebagian besar sumber pendapatan masyarakat Indonesia berasal dari sektor pertanian.  Kondsi geografis yang unik serta bentang lahan mencapai 188 juta hektar membuat Indonesia sepantasnya mampu menjadi negara dengan ekspor komoditas pertanian terbesar se-ASEAN.
Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kapasitas impor komoditas pertanian terbesar di ASEAN. Salah satu penyebabnya adalah luas lahan yang terus berkurang sehingga tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk. Luas lahan di Indonesia yang hanya sekitar 25 juta hektar tidak sebanding untuk memproduksi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 252 juta jiwa. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik 2013 menyebutkan bahwa Indonesia telahmengimpor beras sebanyak 46 ribu ton, jagung 335 ribu ton, kedelai 54 ribu ton dan komoditas lainnya mencapai US$ 640,76 juta. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang hanya US$ 503,59 juta.
Beberapa pertanyaan pasti muncul dalam benak kita. “Mengapa impor?” ; “Apakah hasil pertanian dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di negeri ini?”.


Mimpi tentang kedaulatan pangan seakan sirna oleh kondisi lahan yang semakin berkurang luasnya dan kebijakan impor terhadap berbagai komoditas pertanian. Sesungguhnya kedaulatan pangan itu adalah hak dari segala bangsa di dunia ini untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya untuk berkecukupan pangan, dan berbagi bahan pangan secara sukarela dan bergotong royong dengan bangsa-bangsa lainnya. Bahwa hak dari bangsa-bangsa di dunia ini telah berkurang bahkan hilang untuk bisa melindungi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Pemerintah Indonesia telah salah arah dalam mengambil kebijakan pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menyerahkan kebijakan pangan Indonesia pada perangkap perdagangan bebas pangan dunia, ke tangan para spekulan pangan.
Beberapa bulan terakhir masyarakat Indonesia seakan larut dalam sukacita “pesta demokrasi” yaitu pemilihan legislatif dan pasangan presiden-wakil presiden untuk periode selanjutnya. “Pesta demokrasi” yang telah menggunakan anggaran pemerintah dalam jumlah sangat besar mampu membawa bangsa Indonesia menuju kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya kaum petani. Bentuk apresiasi bagi petani oleh pemerintahan yang baru yaitu momentum Hari Tani Nasional (HTN) tanggal 24 September 2014 dan yang kedua adalah RUU Pilkada yang rencananya akan disahkan pada tanggal 25 September 2014.
Peringatan Hari Tani Nasional ke-54 merupakan momentum penting bagi kaum tani secara khusus dan rakyat Indonesia secara umum yang selama ini tidak lagi memiliki kedaulatan atas sumber-sumber agraria yang di dalamnya mencakup pertanian, sumber daya alam, kehutanan hingga perikanan dan kelautan. Liberalisasi sumber daya alam membuat kesengsaraan yang luas bagi kaum tani dan rakyat di pedesaan akibat sistem perdagangan bebas yang menyingkirkan mereka dari tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan. Hal ini menyebabkan konflik agraria yang melibatkan kaum tani melawan perkebunan besar, pertambangan bahkan perusahaan swasta.
Oleh sebab itu pada momentum HTN 2014 demi menegakkan kedaulatan pangan dan mengakhiri kemiskinan di Indonesia maka FORMAT FP UNS dengan mengutip dari ISMPI menyatakan bahwa:
   1.    Pemerintah Indonesia harus mencabut pembebasan impor bea masuk ke Indonesia.
  2.    Pemerintah Indonesia harus melaksanakan reforma agraria dan landreform untuk memastikan hak setiap petani untuk menguasai tanah pertanian, sesuai dengan konstitusi Indonesia pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No. 5 tahun 1960, dan pemerintah Indonesia harus mencabut undang-undang; Undang-undang no. 7/2004 tentang sumber daya air, Undang-undang no. 18/2004 tentang perkebunan, serta Undang-undang no. 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
   3.    Pemerintah Indonesia harus menempatkan pertanian rakyat sebagai guru dari perekonomian di Indonesia, dan pemerintah Indonesia harus menghentikan pengembangan food estate.
  4.    Pemerintah Indonesia harus membangun industrinasional berbasis pertanian, kelautan dan keanekaragaman hayati Indonesia.
   5.    Pemerintah Indonesia segera memfungsikan Badan Urusan Logistik (BULOG) untuk menjadi penjaga pangan di Indonesia, dengan memastikan mengendalikan tata niaga, distribusi dari hasil produksi pangan petani Indonesia, khususnya padi, kedelai, jagung, kedelai, dan minyak goreng. Pemerintah Indonesia juga harus menjadi pengendali seluruh impor pangan yang berasal dari luar negeri.
   6.    Pemerintah Indonesia perlu memastikan adanya perlindungan sosial, menjamin pemenuhan pangan, pendidikan, kesehatan bagi semua warga negara, khususnya para buruh dengan menjamin kepastian kerja dan menghapus sistem upah murah (outsourcing)
   7.    Pemerintah Indonesia harus menyusun dan menerapkan secara menyeluruh dan berkesinambungan adanya program agroeducation sejak dini bagi seluruh generasi muda Indonesia agar terbangun kebanggaan komprehensif untuk terus membangun kedaulatan pangan nasional.
   8.    Pemerintah Indonesia berkewajiban mengembalikan citra bangsa ini sebagai Negara agraris dan menjadikan sektor pertanian sebagai leading sektor pembangunan bangsa.

 





Share this article :

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Forum Mahasiswa Agroteknologi UNS - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger
Selamat datang Di blog resmi Forum Mahasiswa Agroteknologi (FORMAT) Fakultas Pertanian - Universitas Sebelas Maret