Jakarta - Beberapa kap lampu, miniatur sepeda motor dan mobil terlihat berjajar di sebuah ruangan yang terdapat di Bank Sampah Karya Mandiri. Seluruh hasil kerajinan tangan itu dibuat dengan bahan baku yang berasal dari sampah, kardus, kertas, maupun plastik, yang dikumpulkan dari nasabah bank sampah.
Nanang sebagai pengelola Bank Sampah, menyulap lahan seluas 315 meter persegi menjadi gudang penyimpanan sampah dari warga dan tempat membuat kerajinan berbahan sampah. Aktivitas tersebut sudah dilakukan sejak Bank Sampah didirikan Januari 2010 silam.
Menurut Nanang, lahan yang digunakan sebagai lokasi Bank Sampah merupakan tanah milik Ricki, warga RT 09/ RW 05. "Kami dipinjamkan lahan ini oleh Pak Ricki. Sebab beliau sering ke luar negeri. Dari pada jadi lahan tidur, dia meminjamkan lahannya untuk kepentingan masyarakat," jelas Nanang yang sudah 2 tahun menjadi Ketua RW 05, dalam perbincangan Selasa (29/6/2010)
Gagasan pendirian Bank Sampah tersebut sebenarnya mulai tercetus sejak 2008.
Namun karena ketiadaan lahan untuk penampungan sampah, ide ini akhirnya bisa terwuj
ud pada Januari 2010, setelah Ricki meminjamkan lahannya
kepada Nanang. Untuk mendirikan bangunan serta ruang penampungan, Nanang terpaksa menggunakan uang dari koceknya serta meminjam uang dari orang lain sebesar Rp 3,5 juta. Tidak bantuan apapun dari pihak kelurahan atau bank.
"Kalau saya pinjam ke bank tentu ada bungannya. Bisa-bisa hasil usaha ini habis hanya untuk membayar bunga. Dan sampai sekarang, kami juga tidak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, baik Pemprov DKI atau Walikota. Jadi ini murni swadaya masyarakat sini," tegas Nanang.
Ditambahkan Nanang, sekalipun Bank Sampah ini sangat membutuhkan bantuan dana pendampingan atau dana talangan, namun pria kelahiran Jakarta, 3 September 1964, ini mengaku tidak pernah mengirim proposal bantuan kepada pemerintah. Padahal, dana segar amat dibutuhkan sebagai biaya talangan bagi nasabah yang butuh uang dengan segera. Sebab selama ini, uang yang ada di kas bank hanya terisi saat pihak pabrik membayar sampah yang mereka kirim.
Alhasil, Nanang dan Bank Sampah yang dikelolanya hanya bertumpu kepada hasil penjualan sampah ke sebuah pabrik di Bekasi dan dari penjualan hasil kerajinan sampah dan pupuk kompos yang dibuat para pekerjanya. Tapi masalahnya, saat ini lahan yang digunakan untuk menampung sampah warga sudah tidak lagi mencukupi. Apalagi jumlah nasabahnya kian hari kian bertambah.
"Kami sekarang sedang kesulitan masalah lahan untuk menampung sampah warga. Sebab lahan yang saat ini kami gunakan sangat terbatas," jelasnya.
Selain masalah lahan, Nanang juga mengeluhkan soal ketersedian alat pres sampah. Alat ini dibutuhkan supaya sampah-sampah tidak sampai menggunung sehingga mempersempit lahan. Kalau sudah dipres, sampah-sampah yang dijual ke pabrik jumlahnya jadi jauh lebih banyak dibanding saat ini.
Tapi keinginan itu, masih menjadi angan-angan belaka. Sebab untuk memiliki alat tersebut dibutuhkan dana sebesar Rp 40 jutaan. Sementara dana yang dimiliki Bank Sampah jauh dari cukup untuk membeli alat tersebut.
Mengahadapi kenyataan itu, Nanang mengaku hanya bisa pasrah. Baginya yang terpenting, Bank Sampah tersebut tetap bisa berjalan sehingga bermanfaat bagi warganya. "Saya tidak mau mengeluh. Yang terpenting saya akan terus berusaha untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, dengan apa yang kami miliki saat ini," tutup bapak tiga orang anak ini.
(ddg/fay)
sumber : www.detiknews.com
No comments:
Post a Comment