Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang teridiri dari satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirakhi keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis
( Pasal 1, Ayat 24). Untuk itu agropolitan merupakan suatu pendekatan
pembangunan melalui gerakan masyarakat dalam membangun ekonomi berbasis
pertanian (agribisnis) secara terpadu dan berkelanjutan pada kawasan terpilih
melalui pengembangan infrastruktur perdesaan yang mampu melayani, mendorong,
dan memacu pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya.
Prinsip dasar pengembangan kawasan agropolitan adalah :
(1) Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan kawasan perdesaan berbasis
agribisnis (Kimbun, Kunak, Kawasan TP dan Kawasan Sayur dan Buah-Buahan); (2)
Pengembangan agropolitan merupakan program utama dan kegiatan terpadu lintas
sektor dengan pendekatan bottom up; (3) Penetapan kawasan agropolitan dimulai
dengan penataan detail kawasan dalam bentuk cetak (blue print); (4) Perencanaan
disusun secara bersama antara instansi pemerintah, masyarakat tani, dan swasta/dunia
usaha dan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah di Pusat dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah di Provinsi, Kabupaten/Kota; dan (5)
Pengembangan kawasan agropolitan harus berdasarkan Master Plan yang disepakati
oleh seluruh pemangku kepentingan.
Pengembangan Kawasan Agrpolitan bertujuan untuk : (1)
Menumbuhkembangkan pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis pertanian
(agribisnis) di perdesaan; (2) Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat
perdesaan melalui kegiatan-kegiatan ekonomi berbasis agribisnis; (3)
Menumbuhkembangkan lembaga-lembaga ekonomi di perdesaan; (4) Meningkatkan
pendapatan masyarakat; dan (5) Mewujudkan tata ruang ideal antara kota dengan
desa yang saling mendukung melengkapi dan memperkuat.
Untuk kriteria kawasan, pengembangan kawasan agropolitan
harus memiliki : (1) Daya dukung sumberdaya alam dan potensi fisik yang
memungkinkan (kesesuaian lahan, agroklimat, dan agroekologi) untuk dapat
dikembangkan sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditas unggulan; (2)
Komoditas pertanian unggulan yang dapat menggerakkan ekonomi kawasan; (3)
Perbandingan luas kawasan dengan jumlah penduduk, ideal untuk membangun sistem
dan usaha agribisnis dalam skala ekonomu dan jenis usaha tertentu; (4) Tersedia
prasarana (infrastruktur) dan sarana produksi dasar yang memadai seperti
pengairan, listrik, transportasi, pasar lokal dan kios sarana produksi; dan (5)
Memiliki suatu lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat
pelayanan, penghubung dengan daerah/kawasan sekitarnya yang terintegrasi secara
fungsional.
No comments:
Post a Comment