Trend yang selalu didengungkan oleh masyarakat Indonesia
setiap tahunnya yaitu swasembada beras, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan
merupakan cita-cita terbesar kita sebagai negara agraris. Sebagai negara
agraris, sebagian besar sumber pendapatan masyarakat Indonesia berasal dari
sektor pertanian. Kondsi geografis yang
unik serta bentang lahan mencapai 188 juta hektar membuat Indonesia sepantasnya
mampu menjadi negara dengan ekspor komoditas pertanian terbesar se-ASEAN.
Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kapasitas impor komoditas pertanian terbesar di ASEAN. Salah satu penyebabnya adalah luas lahan yang terus berkurang sehingga tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk. Luas lahan di Indonesia yang hanya sekitar 25 juta hektar tidak sebanding untuk memproduksi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 252 juta jiwa. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik 2013 menyebutkan bahwa Indonesia telahmengimpor beras sebanyak 46 ribu ton, jagung 335 ribu ton, kedelai 54 ribu ton dan komoditas lainnya mencapai US$ 640,76 juta. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang hanya US$ 503,59 juta.
Beberapa pertanyaan pasti muncul dalam benak kita. “Mengapa impor?” ; “Apakah hasil pertanian dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di negeri ini?”.
Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kapasitas impor komoditas pertanian terbesar di ASEAN. Salah satu penyebabnya adalah luas lahan yang terus berkurang sehingga tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk. Luas lahan di Indonesia yang hanya sekitar 25 juta hektar tidak sebanding untuk memproduksi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 252 juta jiwa. Data yang didapat dari Badan Pusat Statistik 2013 menyebutkan bahwa Indonesia telahmengimpor beras sebanyak 46 ribu ton, jagung 335 ribu ton, kedelai 54 ribu ton dan komoditas lainnya mencapai US$ 640,76 juta. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang hanya US$ 503,59 juta.
Beberapa pertanyaan pasti muncul dalam benak kita. “Mengapa impor?” ; “Apakah hasil pertanian dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di negeri ini?”.
Mimpi tentang kedaulatan pangan seakan sirna oleh kondisi
lahan yang semakin berkurang luasnya dan kebijakan impor terhadap berbagai
komoditas pertanian. Sesungguhnya kedaulatan pangan itu adalah hak dari segala
bangsa di dunia ini untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya untuk
berkecukupan pangan, dan berbagi bahan pangan secara sukarela dan bergotong
royong dengan bangsa-bangsa lainnya. Bahwa hak dari bangsa-bangsa di dunia ini
telah berkurang bahkan hilang untuk bisa melindungi dan memenuhi kebutuhan
pangan rakyatnya. Pemerintah Indonesia telah salah arah dalam mengambil
kebijakan pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. Pemerintah Indonesia
telah menyerahkan kebijakan pangan Indonesia pada perangkap perdagangan bebas
pangan dunia, ke tangan para spekulan pangan.
Beberapa bulan terakhir masyarakat Indonesia seakan larut
dalam sukacita “pesta demokrasi” yaitu pemilihan legislatif dan pasangan
presiden-wakil presiden untuk periode selanjutnya. “Pesta demokrasi” yang telah
menggunakan anggaran pemerintah dalam jumlah sangat besar mampu membawa bangsa
Indonesia menuju kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya kaum petani. Bentuk
apresiasi bagi petani oleh pemerintahan yang baru yaitu momentum Hari Tani
Nasional (HTN) tanggal 24 September 2014 dan yang kedua adalah RUU Pilkada yang
rencananya akan disahkan pada tanggal 25 September 2014.
Peringatan Hari Tani Nasional ke-54 merupakan momentum penting
bagi kaum tani secara khusus dan rakyat Indonesia secara umum yang selama ini
tidak lagi memiliki kedaulatan atas sumber-sumber agraria yang di dalamnya
mencakup pertanian, sumber daya alam, kehutanan hingga perikanan dan kelautan.
Liberalisasi sumber daya alam membuat kesengsaraan yang luas bagi kaum tani dan
rakyat di pedesaan akibat sistem perdagangan bebas yang menyingkirkan mereka
dari tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan. Hal ini menyebabkan
konflik agraria yang melibatkan kaum tani melawan perkebunan besar,
pertambangan bahkan perusahaan swasta.
Oleh sebab itu pada momentum HTN 2014 demi
menegakkan kedaulatan pangan dan mengakhiri kemiskinan di Indonesia maka FORMAT
FP UNS dengan mengutip dari ISMPI menyatakan bahwa:
1. Pemerintah
Indonesia harus mencabut pembebasan impor bea masuk ke Indonesia.
2. Pemerintah
Indonesia harus melaksanakan reforma
agraria dan landreform untuk memastikan hak setiap petani untuk
menguasai tanah pertanian, sesuai dengan konstitusi Indonesia pasal 33 UUD 1945
dan UUPA No. 5 tahun 1960, dan pemerintah Indonesia harus mencabut undang-undang;
Undang-undang no. 7/2004 tentang sumber daya air, Undang-undang no. 18/2004
tentang perkebunan, serta Undang-undang no. 27/2007 tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Pemerintah
Indonesia harus menempatkan pertanian rakyat sebagai guru dari perekonomian di
Indonesia, dan pemerintah Indonesia harus menghentikan pengembangan food estate.
4. Pemerintah
Indonesia harus membangun industrinasional
berbasis pertanian, kelautan dan keanekaragaman hayati Indonesia.
5. Pemerintah
Indonesia segera memfungsikan Badan Urusan Logistik (BULOG) untuk menjadi penjaga pangan di Indonesia, dengan
memastikan mengendalikan tata niaga, distribusi dari hasil produksi pangan
petani Indonesia, khususnya padi, kedelai, jagung, kedelai, dan minyak goreng.
Pemerintah Indonesia juga harus menjadi pengendali seluruh impor pangan yang
berasal dari luar negeri.
6. Pemerintah
Indonesia perlu memastikan adanya perlindungan sosial, menjamin pemenuhan
pangan, pendidikan, kesehatan bagi semua warga negara, khususnya para buruh
dengan menjamin kepastian kerja dan menghapus sistem upah murah (outsourcing)
7. Pemerintah
Indonesia harus menyusun dan menerapkan secara menyeluruh dan berkesinambungan
adanya program agroeducation sejak dini bagi seluruh generasi muda Indonesia
agar terbangun kebanggaan komprehensif untuk terus membangun kedaulatan pangan
nasional.
8. Pemerintah
Indonesia berkewajiban mengembalikan citra bangsa ini sebagai Negara agraris
dan menjadikan sektor pertanian sebagai leading sektor pembangunan bangsa.